Ayahnya Dihukum Mati. Putra Bungsu Amrozi Bertekad Balas Dendam. yang Terjadi Kemudian Mengejutkan

Loading...


Kehebohan aksi teror di Indonesia beberapa waktu lalu mengingatkan kita akan teror Bom Bali pada Juli 2003.

Oleh banyak orang, teror bom ini disebut sebagai teror bom bali 1.


Dalam insiden tersebut, ada 202 orang meninggal dunia dan 209 lainnya luka-luka. Insiden itu juga menyeret sejumlah nama, salah satunya Amrozi.

Amrozi disebut sebagai salah satu orang yang bertanggung jawab atas peristiwa yang dikecam oleh banyak orang.

Selain Amrozi, peristiwa tersebut juga menyeret sejumlah nama pelaku yang lain, seperti Muklas atau Ali Gufron dan Imam Samudra.

Ketiga pelaku ini juga mendapat hukuman yang sama, yakni hukuman mati.

Amrozi kemudian dieksekusi mati pada Minggu (9/11/2008) di lembah Nirbaya, Nusakambangan.

Belakangan diketahui kalau kematian Amrozi tak bisa diterima begitu saja oleh putra bungsunya, Zulia Mahendra.

Dalam wawancara dengan Harian SURYA (grup SURYAMALANG.com), Zulia Mahendra yang kini berusia 33 tahun mengatakan dendam itu disimpannya bertahun.

Walau demikian, dendam itu kini sudah luntur.

Ia mengaku sudah bisa melepaskan dendam itu.

Di temui di rumahnya pada Minggu (20/8/2017),  Mahendra yang memiliki paras seperti ayahnya ini menceritakan proses pemulihan trauma itu.

"Sebenarnya prosesnya cukup lama, dengan rasa dendam yang masih ada.

Seperti didiskriminasi sama negara, sama masyarakat," kata Hendra.

Ia menceritakan ketika sang ayah hendak dieksekusi, ia masih duduk di bangku sekolah menengah atas.

Kala itu Hendra merasa membenci negara. Apalagi, ia tengah dalam pencarian jati diri.

Hendra bahkan sempat ingin meneruskan perjuangan sang ayah.

Ia belajar secara otodidak cara membuat dan merakit bom, serta ilmu tentang persenjataan.

"Sangat-sangat benci (sama negara). Bahkan saya dendam, dalam artian, saya harus meneruskan (perjuangan ayah) ini. Saya nggak bisa tinggal diam," kenang Hendra.

Kebencian Hendra itu juga diwujudkan dengan tidak mau hormat kepada bendera merah putih.  Hendra memilih untuk tak ikut upacara bendara ketika bersekolah.

Ia pun sering masuk ruang bimbingan konseling. Tapi ia tak peduli.

Saat itu ia lebih memilih untuk bertikai dengan guru ketimbang harus hormat pada bendera.

Namun dendam itu lama-lama sirna setelah banyak berdiskusi dengan paman-pamannya yang juga mantan instruktur perakit bom jamaah islamiyah, Ali Fauzi dan Ali Imron.

Dia baru merasa tidak ada gunanya menyimpan dendam.

"Jadi memang dari proses-proses yang sudah berjalan, apalagi usaha dan perbaikan mental dari paman, dari ustaz Ali Fauzi, dari ustaz Ali Imron, memang sangat-sangat membantu dalam memulihkan,” kata Hendra

"Dari proses-proses yang sudah berjalan – 10 tahun itu – memang sudah berpikir, sih.

Sudah berpikir saya harus buang dendam yang memang lama. Memang masih ada-lah, dendam-dendam sedikit lah. Tapi coba saya hapus," katanya.

"Insya Allah, bapak juga mendukung langkah saya (sekarang)," katanya.

Lantas apa yang terjadi dengan putra bungsu Amrozi sekarang? Dia kini telah meninggalkan dendam-dendam itu.

Zulia Mahendra bahkan menjadi pengibar bendera saat 17 Agustus 2017.

Itu berawal dari permintaan sang paman, Ali Fauzi. Permintaan itu disampaikan via grup layanan perpesanan Whatsapp.

Upacara tersebut kemudian terjadi di kantor Yayasan Lingkar Perdamaian (YLP), di Lamongan, 17 Agustus 2017.

Kini Hendra telah mengikrarkan diri pada kedamaian di negara ini.

"Jadi, ya sudahlah. Kita mulai dari sini.

Jadi memang satu tahun ini yang sangat berarti untuk kembalinya kecintaan saya kepada Indonesia," tegasnya. (fla/nif)


Artikel ini telah tayang di suryamalang.com dengan judul Ayahnya Dihukum Mati, Putra Bungsu Amrozi Bertekad Balas Dendam, yang Terjadi Kemudian Mengejutkan, http://suryamalang.tribunnews.com/2018/05/28/ayahnya-dihukum-mati-putra-bungsu-amrozi-bertekad-balas-dendam-yang-terjadi-kemudian-mengejutkan?page=all.

Editor: Adrianus Adhi

Loading...
Loading...
LihatTutupKomentar